Wednesday, January 11, 2012

Perokok Merebut Hak Azasi Masyarakat

SEBAGIAN besar masyarakat tidak ingin menghisap asap rokok, tetapi apa daya masyarakat bukan perokok secara terpaksa sering menjadi perokok pasif. Sebab para perokok sudah tidak mau mendengar pendapat orang lain atau tidak mau menghormati hak orang yang menginginkan udara bersih.Padahal merokok itu merupakan suatu pilihan dan bernafas, terutama menghirup udara bersih, adalah kebutuhan semua manusia di dunia. Jadi, menyebarkan asap rokok ke lingkungan merupakan tindakan asosial dan bisa digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi orang-orang yang tidak merokok. Demikian yang terungkap dari peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2007 di Kantor Departemen Kesehatan 31 Mei 2007. Acara yang tidak dihadiri oleh Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tersebut tetap semarak karena dihadiri oleh para petinggi berbagai kabupaten/kota.
Departemen Kesehatan sangat menghargai Pemerintah Daerah, organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, pengusaha, dan berbagai kalangan yang telah berusaha menerapkan kawasan tanpa asap rokok. Disebutkan Pesantren Langitan mengharuskan para santri untuk tidak merokok, terutama di lingkungan pesantren. Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta, serta Pemerintah Kota Bogor dan Cirebon telah menerapkan larangan merokok di tempat-tempat umum dan keharusan area publik menyediakan ruang khusus merokok. Dusun bebas asap rokokSelain itu Depkes juga mengundang Kepala Dusun Bone-Bone, Makassar, Sulawesi Selatan untuk menerima secara langsung penghargaan dari Menteri Kesehatan atas partisipasi mandirinya menyehatkan masyarakat.Untuk menuju Dusun Bone-Bone di Enrekang harus ditempuh selama lima jam berkendaraan mobil dari Makassar. Idris, Kepala Dusun berpenduduk 542 jiwa ini berinisiatif menjadikan seluruh bagian dusunnya sebagai kawasan tidak merokok. Inisiatif ini dipicu oleh adanya warga dusun yang pulang kampung karena sakit paru-paru kronis yang diakibatkan menghirup asap rokok di tempat kerjanya. Idris menceritakan, pertanyaan yang selalu menggelayutinya saat itu, Kalau perokok pasif saja bisa terkena penyakit, apalagi yang merokok bagaimana ya? Oleh karena itu, dia menetapkan aturan untuk tidak merokok di Bone-Bone. Dalam dialog juga terlontar pertanyaan lanjutan bagi warga kota, kalau masyarakat desa yang masih bisa menghirup udara luar yang bersih saja, keberatan mencemari lingkungannya dengan asap rokok. Mestinya masyarakat kota bisa memperkecil polutan yang dihirupnya lewat pembebasan asap rokok di lingkungan dalam ruangan, imbuh seorang warga yang hadir.Hal itu juga diamini oleh Kepala Pusat Komunikasi Publik Depkes, dr Lily S Sulistyowati MM. Setidaknya menjaga udara bersih dimulai dari rumah dan tempat kerja untuk melindungi anak-anak dan teman kerja. Memberikan kepada orang-orang tercinta kita, salah satu hak azasi mereka adalah pilihan untuk mengirup udara bebas dari asap rokok, tegas Lily.Pertimbangan hak azasi masyarakat itu pula yang mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Smoke-Free Environment atau Lingkungan Bebas Asap Rokok sebagai tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun 2007.Merokok membahayakan perokok dan asap rokok membahayakan bukan perokok. Tidak saja karena satu perokok bisa membahayakan banyak perokok di sekitarnya, namun juga karena pada umumnya sensitivitas reaksi kesehatan mereka lebih tinggi dibanding kaum perokok, sehingga lebih rentan terhadap gangguan kesehatan karena asap rokok. Kegiatan merokok tidak saja menyebarkan asap ke udara tapi juga partikel-partikel non-asap. Anggota masyarakat tidak seharusnya menghisap asap rokok, tetapi seringkali mereka tidak mengetahui bahwa mereka menghisap partikel-partikel rokok non-asap yang tertinggal di udara dan terus dipancarkan alat pengatur udara. Padahal partikel-partikel ini sama merugikannya bagi kesehatan manusia. Jadi, perokok secara tak langsung telah menyudutkan kaum bukan merokok, memaksa mereka menanggung akibat yang sama dengan perokok

No comments:

Post a Comment